Kamis, 24 Desember 2020

Misteri Letusan Gunung Agung, Karangasem, 1963



Saat gunung Merapi di Jogja meletus, Indonesia geger dan terenyuh dengan meninggalnya Mbah Marijan sang juru kunci gunung Merapi tersebut, tapi kalau kita lihat saat tahun 1963 gunung Agung meletus di Bali, tak hanya juru kunci gunung Agung nya yang tak mau mengungsi, bahkan hampir semua lelaki dewasa dari beberapa desa “menyambut” lahar tumpahan gunung Agung tersebut…sedikit kronologis dan kisahnya….

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Gunung Agung merupakan sebuah gunung vulkanik tipe monoconic strato yang tingginya mencapai sekitar 3.142 meter di atas permukaan laut. Gunung tertinggi di Bali ini termasuk muda dan terakhir meletus pada tahun 1963 setelah mengalami tidur panjang selama 120 tahun. Sejarah aktivitas Gunung berapi Agung memang tidak terlalu banyak diketahui.

Catatan sejarah mengenai letusan gunung ini mulai muncul pada tahun 1808. Ketika itu letusan disertai dengan uap dan abu vulkanik terjadi. Aktivitas gunung ini berlanjut pada tahun 1821, namun tidak ada catatan mengenai hal tersebut. Pada tahun 1843, Gunung Agung meletus kembali yang didahului dengan sejumlah gempa bumi.


Letusan ini juga menghasilkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung. Sejak 120 tahun tersebut, baru pada tahun 1963 Gunung Agung meletus kembali dan menghasilkan akibat yang sangat merusak.
Berdasarkan buku yang dikarang Kusumadinata pada tahun 1979, gempa bumi sebelum letusan gunung berapi yang saat ini masih aktif tersebut terjadi pada 16-18 Februari 1963. Letusan Gunung Agung yang diketahui sebanyak 4 kali sejak tahun 1800, diantaranya : Di tahun 1808 ; Dalam tahun ini dilontarkan abu dan batu apung dengan jumlah luar biasa.


Tahun 1821 terjadi letusan normal, selanjutnya tidak ada keterangan. Tahun 1843 Letusan didahului oleh gempa bumi dan memuntahkan abu, pasir, dan batu apung.

Selanjutnya tahun 1908, 1915, dan 1917 di berbagai tempat di dasar kawah dan pematangnya tampak tembusan fumarola. 1963, Letusan dimulai tanggal 18-2-1963 dan berakhir pada tanggal 27-1-1964. Korban tercatat 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka.



Penyelenggaraan Upacara Eka Dasa Rudra di tahun 1963 lebih mengarah pada aspek spiritual ketimbang material. Melalui persembahan dan pemurnian yang melibatkan 11 penjuru, kekuatan alam dapat dipulihkan supaya selaras dengan manusia. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada para dewa.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Dalam upacara ini, doa manusia diharapkan terkabul sehingga tercipta kebaikan dunia dan segala bencana alam yang dapat membawa kekacauan bagi manusia dapat dicegah.

Maka, pada 3 Maret, Dewa-Dewa diiring meninggalkan Besakih melalui sebuah prosesi usungan dan turun ke laut dekat Klungkung untuk melakukan mandi dan penyucian. Sebuah desa dadakan juga dibangun di Besakih untuk menjamu tamu-tamu penting, pendeta, jemaat, dan pelancong. Desa dadakan ini lengkap dengan rumah makan, ruang informasi, bahkan klinik dan sebuah pos polisi yang besar.

Saat itu, tidak ada yang menyangka akan datangnya bencana. Tak terbesit di benak siapapun bahkan sebelum upacara dimulai, Besakih akan ditutupi abu dan pasir. Dalam sekejap, tak ada seorang pun yang dapat tidur nyenyak. Gunung Berapi menjadi sunyi. Penduduk desa tegang.

Keesokannya, pertanda lain muncul. Tanah tiba-tiba bergoyang, tanda gempa bumi dari gunung api yang aktif. Beberapa saat kemudian, muncul ledakan yang luar biasa disertai jeritan-jeritan panik yang pecah dari sekelompok anak.


Baca juga: Gunung Batur Meletus, 1926 (7-habis) Piodalan di Pura Ulun Danu Batur, Desa Kalanganyar, Kintamani,

Asap hitam beracun kemudian membubung dalam sebuah gumpalan yang sangat tebal, menjalar ribuan kaki dalam hitungan detik dan terus keluar dengan kilat putih menyilaukan. Bebatuan besar beterbangan dari mulut kawah seperti bola pingpong di atas semburan air.

Gunung masih berguncang. Dentuman yang keras dan terus menerus mengancam dari tanah.



Penduduk pun terpaksa "bergerilya". Menjauhi amukan Gunung Agung. Jalur yang mengarah ke Sidemen menjaid jalur evakuasi, sebuah jalan peneyelamatan diri. Ratusan orang berjalan kaki dalam diam.



Para wanita dengan lengan baju panjang yang disingkap ke atas memanggul keranjang kotak di kepala. Sementara, kaum lelaki mengapit segulung kasur tikar sambil menggendong bayi. Anak-anak kecil melangkah terburu-buru mengikuti.

Tapi, ada pula yang masih tinggal di dalam rumah. Meyakini bahwa akan datang bantuan. Namun kenyataannya, pihak keamanan pun juga tak yakin. Bahkan bantuan dari Jawa pun sama sekali tak ada. Hal ini terkait upacara Eka Dasa Rudra. Sebab, dalam waktu dekat, hitungan minggu, upacara akan dimulai.

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI

Dalam upacara, akan banyak orang yang datang. Acara akan dibanjiri delegasi-delegasi Asosiasi Agen Perjalanan Pasifik dari semua negara yang saat itu sedang di Jakarta. Dengan mengumumkan adanya bencana gunung api, maka akan menjadikan Bali merugi. Maka, gubernur memutuskan untuk tidak mengumumkan bencana itu.


Maka, tepat sehari sebelum Eka Dasa Rudra dimulai, kondisi Besakih rata tertutupi debu. Penjor-penjor tumbang. Tak seorang pun bersedia membersihkan gumpalan abu dari atas asap pura dan bale. Besakih dijelaskan menyerupai medan perang atau gurun ampas dari negeri antah berantah.
Sejarahbali.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar